Ketabuan Menstruasi dan Tradisi Mengerikan Chaupadi

Perempuan yang sedang menstruasi masih sering didiskriminasi, bahkan di Nepal terdapat budaya chaupadi yakni mengucilkan perempuan di dalam gubuk atau kandang hewan yang sempit dan kotor.

Budaya Chaupadi (Budaya Menstruasi)
Pict: npr.org

Ketabuan Menstruasi

Menstruasi adalah proses keluarnya darah dari vagina sebagai siklus bulanan alami pada tubuh wanita. Periode ini penting dalam hal reproduksi karena merupakan saat dimana organ reproduksi wanita tengah bersiap jika terjadi kehamilan.

Persiapan ini ditandai dengan penebalan dinding rahim (endometrium) yang berisi pembuluh darah. Jika terjadi kehamilan, maka tidak akan terjadi menstruasi, sebaliknya jika tidak terjadi kehamilan, endometrium akan mengalami peluruhan dan keluar bersama darah melalui vagina.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menstruasi adalah proses biologis yang alami terjadi pada setiap wanita. Namun, sejak zaman dahulu, menstruasi (haid) sering dianggap sebagai hal yang tabu.

Pengucilan perempuan
Pict: washingtonpost.com

Hingga saat ini, masih banyak wanita di seluruh dunia yang malu ketika haid. Di beberapa kebudayaan, wanita yang sedang haid dianggap tidak murni dan tidak suci, kotor, bahkan ada juga aliran kepercayaan yang menganggap bahwa menyentuh perempuan haid bisa menyebabkan kesialan.

Ketabuan seperti itu, membuat wanita yang sedang haid seringkali didiskriminasi, misalnya sering dikecualikan dari acara sosial, agama, dan budaya serta terpaksa menghadapi segala bentuk pembatasan.

Sejak mulai mengalami menstruasi, anak perempuan belajar dan harus hidup terbiasa dengan rasa sakit, malu, bahkan ketakutan. Banyak anak perempuan merasa tertekan karena noda menstruasi karena hawatir diejek dan diolok-olok teman-teman sekelasnya. Selain itu, anak perempuan juga jarang meminta bantuan ketika sedang haid, misalnya meminta dibelikan pembalut atau obat ketika mens.

 

Chaupadi, Pengucilan Perempuan Haid

Diskriminasi terhadap perempuan yang sedang haid masih terjadi di berbagai daerah di seluruh dunia, dari mulai diskriminasi ringan, sedang, hingga parah. Salah satu tradisi kuno terkait menstruasi adalah Chaupadi yang masih dipraktikkan masyarakat Nepal hingga saat ini.

Selama haid, banyak perempuan di Nepal yang dilarang melakukan kontak dengan orang lain, seperti dilarang mengunjungi tempat peribadatan, dilarang sekolah, dilarang menggunakan peralatan dapur penduduk lainnya, bahkan dilarang sekedar mencuci di sumber air bersama. Atas dasar hal tersebut para perempuan yang sedang mens harus menjalani Chaupadi atau praktik gubuk menstruasi yaitu mengucilkan perempuan haid ke gubuk, tenda, atau kandang hewan.

Gubuk Chaupadi
Pict: washingtonpost.com

Bisa kita bayangkan, perempuan haid dari mulai remaja hingga dewasa sebelum menopouse dipaksa untuk tinggal di dalam gubuk seluas kamar mandi kecil yang terbuat dari lumpur dan batu. Mereka juga terkadang dipaksa tidur di kandang kambing sempit, kotor, dan bau.

Ketika saat menjalani Chaupadi, para perempuan haid harus bertarung dengan udara yang sangat dingin (terutama di malam hari), dan tidak bisa tenang karena terancam oleh hewan buas yang bisa menerkam mereka kapan saja. Menurut pejabat polisi di sana, karena begitu dinginnya udara, para perempuan Chaupadi sering menutup ventilasi, namun kemudian banyak di antara mereka yang mati lemas karena kehabisan udara.

Menjalani Chaupadi di tengah dinginnya udara
Pict: theguardian.com

Selain itu, jika perempuan Chaupadi pun tidak mendapatkan makanan seperti biasanya. Kalau pun ada anggota keluarganya yang ingin mengantarkan makanan kepada perempuan Chaupadi pun sangat berhati-hati agar tidak bersentuhan. Akibatnya, banyak juga di antara perempuan Chaupadi yang meninggal dan sakit karena kekurangan nutrisi dan dehidrasi.

Walau pun tidak ada manfaatnya sama sekali, bahkan sangat membahayakan, banyak perempuan di Nepal terpaksa tetap mau melakukan Chaupadi karena ditekan oleh stigma sosial. Jika mereka menolak, maka mereka akan dianggap melanggar adat, lalu akan dikucilkan dalam lingkungannya.

Tradisi ini sudah banyak dikecam oleh para aktivis di seluruh dunia. Kemudian, pada tahun 2005 Mahkamah Agung Nepal sudah melarang praktik ini, bahkan pada Agustus 2018, pemaksaan perempuan untuk melakukan Chaupadi resmi dianggap sebagai tindakan kriminal, dan pelakunya akan dipenjara selama tiga bulan atau lebih. Namun walaupun sudah dikriminalisasi, hingga kini masih ada masyarakat yang melakukan Chaupadi.

Gubuk Chaupadi di dataran tinggi
Pict: Madame Figaro

Pada tahun 2010, pemerintah Nepal melakukan survei yang mengungkapkan ada 19 persen perempuan dalam rentang usia 15 hingga 49 tahun yang masih melakukan Chaupadi, bahkan di wilayah barat Nepal dan timur jauh, presentasinya bisa mencapai 50 persen. Hal itu menunjukkan bahwa pelarangan yang dilakukan pemerintah tidak cukup untuk menghapus tradisi mengerikan tersebut.

Dari tradisi Chaupadi, kita dapat berkaca bahwa hingga saat ini perempuan masih dipandang sebagai mahluk kelas dua atau sebagai sang liyan. Perempuan dalam berbagai sektor masih didiskriminasi. Maka dari itu perlu dilakukan upaya bersama dan kerja keras untuk menciptakan ruang yang aman, nyaman, dan setara bagi seluruh perempuan di dunia.


Penulis

Bunga Dessri Nur Ghaliyah

#Ketabuanmenstruasi #Chaupadi #Diskriminasiperempuan #Budayamenstruasi

Bagikan Artikel Ini

Posting Komentar

0 Komentar