Apa dan Bagaimana Budaya Patriarki?

Berbagai literatur banyak membahas bahwa hingga saat ini masyarakat di seluruh dunia masih hidup bahkan terjebak dalam budaya patriarki. Walau pun kajian dan pembahasan tentang hal ini sudah lebih berkembang, tetapi masih banyak pula di antara kita yang masih belum yakin atau belum memahami tentang apa dan bagaimana budaya patriarki tersebut.

Semua Manusia Setara
Pict: issuu.com

Definisi Budaya Patriarki

Ensiklopedia Feminisme menyatakan bahwa patriarki adalah suatu sistem otoritas laki-laki yang menindas perempuan melalui institusi sosial, politik, dan ekonomi. Patriarki berasal dari kata patriarkat yang berarti struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal dan sentral dari segala-galanya.

Melalui dua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa budaya patriarki adalah budaya yang dikonstruksi atas dasar hierarki dominasi dan subordinasi, yang menempatkan laki-laki pada posisi dan kekuasaan yang lebih tinggi dan dominan dibandingkan perempuan.

 

Kesalahan Definitif Antara Seks dan Gender

Ideologi patriarki terbentuk melalui perjalanan panjang yang di dalamnya terdapat faktor-faktor yang memungkinkan ideologi tersebut terus berkembang dan bertahan. Salah satu faktor tersebut adalah adanya kesalahan definitif antara seks dan gender.  

Seks merupakan pembagian dua jenis kelamin yang ditentukan secara biologis atau seperangkat organ biologis yang dimiliki manusia, yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Misalnya laki-laki memiliki penis, testis, zakar, sperma, dan hormon testosteron; sedangkan perempuan memiliki rahim, ovarium, oviduk, ovum, uterus, vagina, vulva, selaput dara, hormon progesteron, dan alat  (payudara) untuk menyusui.

Hal tersebut sangat berbeda dengan pengertian gender. Gender itu bukan kodrat dan tidak muncul secara alamiah, karena gender diciptakan dan kemudian dipelajari oleh manusia secara sosial.  Dengan adanya konstruksi gender, terciptalah peran ataupun tingkah laku sehingga terbentuk keharusan-keharusan untuk laki-laki dan perempuan, juga tercipta gambaran laki-laki dan perempuan ideal yang disepakati secara sosial.

Konstruksi Gender
Pict: lactualite.com

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa gender sangat jelas berbeda dengan jenis kelamin. Gender bukanlah perempuan ataupun laki-laki. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh lingkungan tempat kita berada.

Peran gender pun tidak akan mengubah kodrat manusia, tidak mengubah jenis kelamin, tidak mengubah fungsi-fungsi biologis dalam diri perempuan menjadi laki-laki dan tidak juga dimaksudkan untuk mendorong perempuan mengubah dirinya menjadi seorang laki-laki, ataupun sebaliknya.

 

Mengapa Budaya Patriarki Harus Ditinggalkan?

Walaupun seks dan gender memiliki pengertian yang sangat berbeda, namun nyatanya banyak di antara kita yang belum bisa membedakan kedua hal tersebut. Karena hal itu, kemudian pembagian sifat, peran, dan kedudukan yang melekat terhadap perempuan dan laki-laki dipahami bukan sebagai bentukan konstruksi sosial, melainkan sebagai sesuatu yang bersifat kodrati dan absolut.

Ketimpangan
Pict: Heather Bethell

Perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan (seks) dianggap sebagai sesuatu yang tidak setara oleh masyarakat, hingga kemudian memicu terjadinya pengkutuban atau dikotomi gender. Dengan alasan perbedaan biologis, masyarakat mulai memilah-milah peran sosial seperti apa yang (dianggap) pantas untuk laki-laki dan bagian mana yang
(dianggap) sesuai untuk perempuan.

Misalnya, hanya karena kodratnya perempuan mempunyai rahim dan bisa melahirkan anak, maka kemudian berkembang anggapan umum di masyarakat bahwa hanya perempuanlah yang bertanggung jawab mengurus anak. Selanjutnya, anggapan tersebut semakin berkembang jauh dimana perempuan dipandang tidak pantas sibuk di luar rumah karena tugas perempuan mengurus anak akan terbengkalai. Kebiasaan ini lama kelamaan berkembang di masyarakat
menjadi suatu tradisi dimana perempuan dianalogikan dengan pekerjaan-pekerjaan domestik dan ‘feminin’ sementara laki-laki dengan pekerjaanpekerjaan publik dan ‘maskulin’.

Dalam budaya patriarki, laki-laki dianggap ideal jika bersifat kuat, pemberani, keras, kasar, tegas, mandiri, berwibawa, agresif, superior, dominan, rasional, pintar, mampu mencari nafkah; beraktivitas di ranah publik; dengan ciri-ciri fisik macho, perkasa, berotot, kekar, gagah, bersuara berat, dsb. Sedangkan perempuan ideal adalah pribadi dengan sifat lemah lembut, halus, pemalu, inferior, irrasional, cengeng, penakut, sensitif, emosional, sabar, beraktivitas di ranah domestik; dengan ciri-ciri fisik rupawan, suara merdu, bahenol, seksi, bahkan erotis.

Jika kita tidak hidup sesuai dengan faham tersebut maka apa yang akan terjadi? Tentu saja kita akan dipandang tidak ideal, tidak sukses, bahkan dianggap menyimpang.

Dalam budaya patriarki, pihak yang paling dirugikan adalah perempuan, karena dianggap sebagai kaum lemah dan 'nomor dua'. Contohnya, perempuan yang seakan diwajibkan berada di dalam rumah, dianggap tidak usah bahkan seringkali dilarang untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dari pada laki-laki. Perempuan yang berkarir di luar rumah pun dipandang menyimpang dan tidak menjalankan kewajibannya dalam mengurus anak di rumah. Suara perempuan pun sering tidak didengar karena dianggap sebagai pihak yang tidak berpengaruh. Lalu, perempuan yang dianggap sebagai kaum ‘bawah’ dan ‘lemah’ pun seringkali menjadi korban pelecehan dan kekerasan.


Kekerasan Terhadap Perempuan
Pict: ilariaurbinati.com

Walau pun demikian, bukan berarti budaya patriarki tidak merugikan kaum laki-laki, karena dalam banyak hal laki-laki pun sering menjadi korban ketimpangan gender. Misalnya ketika laki-laki menyukai hal-hal feminin, ia akan dianggap menyimpang. Ketika laki-laki tidak tumbuh menjadi sosok yang kuat dan kekar, ia seringkali dianggap tidak ideal. Ketika laki-laki tidak mapan secara ekonomi, ia pun akan dianggap sebagai laki-laki yang tidak sukses. Ketika laki-laki berada di rumah untuk mengurusi hal domestik, ia seringkali dianggap sebagai mahluk lemah. Bahkan sejak kecil pun, laki-laki tidak dianggap pantas untuk menangis sehingga sering menahan emosi yang seharusnya dikeluarkan.

Laki-laki Tak Boleh Menangis
Pict: freepik.es


Jika faham patriarki terus diamini dan dilanggengkan, maka ketimpangan akan terus terjadi dalam berbagai sektor, dari mulai sosial, pendidikan, ekonomi, politik, hingga hukum; dan tentu saja hal itu akan merugikan kita semua.

Lantas, apakah kita akan terus berdiam diri?

 

Penulis

Bunga Dessri Nur Ghaliyah

#Apadanbagaimanabudayapatriarki #Perbedaanseksdangender #Definisibudayapatriarki #artibudayapatriarki #Definisiseksdangender

Bagikan Artikel Ini

Posting Komentar

0 Komentar