Sejak kecil aku diajari menahan—
menahan suara, menahan keinginan, menahan luka.
Dari rumah ke jalan, dari sekolah ke tempat kerja,
aku belajar bahwa dunia lebih tentram
tanpa perempuan yang banyak bertanya.
Dari rumah ke jalan, dari sekolah ke tempat kerja,
aku belajar bahwa dunia lebih tentram
tanpa perempuan yang banyak bertanya.
Di meja iftar, tak ada kursi yang menungguku.
Tanganku sibuk menyajikan hidangan,
sementara di luar sana,
mereka sibuk menyusun batasan:
"Perempuan harus tunduk, perempuan tak boleh menuntut."
Mereka berkata, "Pahala perempuan ada dalam pengorbanan."
Tapi mengapa hanya aku yang terus kehilangan,
sementara mereka tak henti menuntut dan mengambil?
sementara mereka tak henti menuntut dan mengambil?
Aku berpuasa dari hak,
dari tubuhku sendiri yang bukan milikku,
dari upah yang dipotong setengah,
dari suara yang dipangkas sebelum sempat tumbuh.
Aku menahan kantuk setelah sahur,
menahan perih dari pekerjaan yang tak mengenal jeda,
menahan hinaan karena berani memilih sendiri jalanku.
Aku menahan luka yang diwariskan,
dari ibu, dari nenek, dari perempuan-perempuan sebelumku,
yang diajari bahwa diam adalah keharusan,
bahwa menerima adalah satu-satunya pilihan.
Diam saat dipukul, diam saat ditinggalkan, diam saat dituduh menggoda.
Diam saat lelaki pulang membawa dalil,
bukan untuk berdoa, tapi untuk membungkam.
Diam saat yang diadili bukan pelaku,
tapi panjang rok dan jam pulangku malam itu.
Aku perempuan, dan aku tahu tempatku—
di barisan belakang di tempat kerja,
di sudut sunyi ruang sidang,
di rumah yang tak benar-benar menjadi milikku.
Aku harus menopang, tapi tetap dianggap kurang ajar
Aku harus bekerja, tapi tetap dianggap sok pintar
Aku harus bersuara, tapi hanya jika suaraku tak menyinggung mereka.
Puasa ini panjang—
bukan sehari, bukan sebulan, tapi sepanjang hidup.
Dan aku tak menunggu takdir, tak meminta keajaiban.
Aku hanya ingin satu hal:
puasa ini akhirnya selesai.
bukan sehari, bukan sebulan, tapi sepanjang hidup.
Dan aku tak menunggu takdir, tak meminta keajaiban.
Aku hanya ingin satu hal:
puasa ini akhirnya selesai.
Bunga Dessri, 1 Ramadhan 1446 H, saat menyiapkan meja iftar
#puisi #puisiperempuan
0 Komentar