Sarjana nganggur (Ilustrasi: istockphoto)
Indonesia termasuk negara yang memiliki sangat banyak perguruan tinggi yakni lebih dari 4.600 perguruan tinggi. Hal ini dianggap sangat banyak karena di Cina saja yang penduduknya 1,5 milyar orang, tapi hanya memiliki 1500-an perguruan tinggi. Artinya, Indonesia termasuk negara yang memberikan cukup kebebasan untuk membuka perguruan tinggi dan masyarakat Indonesia pun memiliki peluang yang sangat besar untuk melanjutkan pendidikan sesuai kehendaknya.
Nah, banyaknya perguruan tinggi,
otomatis menghasilkan jumlah lulusan yang sangat banyak pula. Namun, banyaknya
lulusan ini pun memicu permasalahan. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa
angka pengangguran di Indonesia terus menurun, namun justru presentase pengangguran
dengan tingkat pendidikan tinggi malah jadi naik yakni sekitar 5,89%. Kenapa?
Alasan yang pertama adalah karena
adanya problem miss match yakni ketidaksesuaian antara lulusan perguruan
tinggi dengan pasar kerja yang dibutuhkan dunia usaha dan industri. Menurut
penelitian, dari 10 lulusan perguruan tinggi, hanya 3-4 orang saja yang sesuai
kebutuhan. Hal ini kemungkinan besar karena under qualification yakni
lulusan perguruan tinggi yang masih berada di bawah standar kompetensi dunia
usaha atau industri. Selain itu, bisa jadi keahlian para sarjana pun banyak
yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh dunia usaha atau industri. Maka
dari itu, perguruan tinggi harus meningkatkan jejaring dengan usaha industri
dalam menyusun kurikulum terkait masalah skill. Maka nantinya, lulusan
yang dihasilkan akan nyambung dengan pasar kerja yang dibutuhkan di lapangan.
Kemudian, seperti yang kita tahu
bahwa saat ini dunia digital sedang berkembang pesat. Dunia digital menjadi
tantangan pasar kerja yang dinamis. Teknologi digital telah menghilangkan
berbagai jenis pekerjaan sekaligus menghadirkan jenis pekerjaan baru yang tentu
saja menuntut kompetensi dan penguasaan skill yang baru pula. Maka dari itu,
kurikulum, dosen, dan laboratotium di perguruan tinggi harus mampu menyesuaikan
diri dan meningkatkan kualitasnya agar relevan dengan perkembangan dunia saat
ini.
Masalah lainnya, saat ini jumlah tenaga kerja baru lulusan perguruan tinggi tidak seimbang dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Maka dari itu perguruan tinggi diharapkan dapat mendorong lulusannya untuk mau, siap, dan mampu untuk berwiraswasta. Hal ini tentu harus dipupuk sejak para peserta didik masih menjadi mahasiswa. Dalam hal ini, kampus perlu melakukan perombakan sistem pengajaran menjadi open sources of information yang dinamis, yakni membuka ruang lebih besar bagi mahasiswanya untuk mengembangkan cara berpikir berdasarkan nalar (reasoning arguments). Kemudian, kurikulum harus menambahkan muatan materi berpikir logis, familiarisasi penggunaan computer (digital), industri 4.0, pembelajaran bahasa Internasional secara mendalam, dan kewisausahaan (entrepreneurship). Materi belajar tersebut kemudian disampaikan secara dengan sederhana, mudah dipahami namun menggugah mahasiswa untuk interaktif, berpikir kritis dan tergugah mencari tahu lebih lanjut secara mandiri. Dengan demikian, diharapkan perguruan tinggi akan menghasilkan lulusan-lulusan yang lebih berkualitas, memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi, dan berperan penting dalam kehidupan masyarakat.
Menurutmu, kenapa lulusan perguruan tinggi banyak yang jadi pengangguran?
Salam, Bunga Dessri Nur Ghaliyah (2022)
0 Komentar