Apa Itu Kesenian Songah?

 

Kesenian Songah Sumedang (Dok: Dikdik Venol/ Kacapaesan)

Songah adalah kesenian yang menggambarkan kedekatan masyarakat Citengah dengan sumber kehidupannya, yakni pohon bambu. Masyarakat Indonesia sangat akrab dengan pohon bambu. Departemen Kehutanan dan Perkebunan 1999 menyatakan bahwa di Indonesia diperkirakan terdapat sedikitnya 159 jenis bambu dan 88 diantaranya merupakan spesies endemik Indonesia.

Karena sangat mudah ditemukan, sejak dahulu, bambu sering digunakan untuk berbagai keperluan, dari mulai dijadikan sebagai tanaman konservasi, bahan bangunan, bahan untuk membuat perkakas, makanan, bahkan alat musik.

Banyaknya bambu di Indonesia pun membuatnya erat dengan kebudayaan masyarakatnya. Salah satu daerah yang tidak bisa dipisahkan dari tanaman berumpun ini adalah  Desa Citengah. Di desa ini, pohon bambu bisa ditemukan dimana-mana, dari mulai di perkarangan, tepi sungai, tepi jurang, hingga batas-batas pemilikan lahan.

Berbagai olahan bambu pun bisa dilihat di berbagai sudut, dari mulai jembatan, peralatan rumah tangga, bahan membuat rumah, dsb. Selain itu, kualitas bambu desa ini pun sangat baik sehingga dapat dijadikan bahan pembuatan alat musik, khususnya untuk kesenian khasnya yakni kesenian Songah.

Secara etimologis kata songah berasal dari dua suku kata yaitu “song” dan “ngah.” Kata “song” merupakan singkatan dari songsong, yaitu sebuah alat berbentuk tabung yang kedua ujungnya terbuka, dan biasanya difungsikan untuk menyalakan api di dalam tungku dengan cara meniupnya.

Kata “ngah” merupakan kependekan dari kata Citengah, yakni nama salah satu daerah yang terletak di Kabupaten Sumedang. Maka, songah dapat diartikan sebagai songsong (sebagai alat musik/kesenian) yang berasal dari Desa Citengah.

Selain songsong, instrumen lain dalam keutuhan kesenian songah adalah hatong dan kokoprak. Uniknya, ketiga instrumen tersebut memiliki fungsi awal sebagai perkakas sehari-hari.  Songsong sehari-hari digunakan untuk menyalakan api di tungku, sementara hatong untuk memanggil burung, dan kokoprak untuk mengusir burung dari sawah. Namun, berkat kreativitas warga, alat yang terbuat dari bambu tamiang ini dapat difungsikan sebagai alat musik, yang kemudian diakui sebagai ciri khas desanya.

Songah pertama kali digarap oleh Ki Madhari bersama warga Citengah lainnya dalam Rurukan Adat NABAWADATALA. Kesenian ini awalnya diperkenalkan kepada masyarakat Citengah pada saat pembukaan acara Hajat Lembur tahun 2013 yang diselenggarakan oleh masyarakat Desa Citengah.

Dalam pembukaan acara tersebut masyarakat Desa Citengah secara bersama-sama meniup 100 buah hatong, yakni alat musik berbahan bambu yang dapat mengasilkan suara mirip burung dan alam. Setelah itu, kesenian songah secara bertahap semakin berkembang dan dikenal, khususnya oleh masyarakat Desa Citengah dan umumnya oleh masyarakat Kabupaten Sumedang.

Secara umum, kesenian ini mudah diterima oleh warga Desa Citengah karena seluruh alat musiknya sudah sangat akrab dengan keseharian masyarakat Desa Citengah. Selain itu, bambu sebagai bahan untuk membuat instrumen tersebut pun sangat mudah ditemukan. Berkat kesenian ini, bilah bambu yang awalnya sering dianggap sebagai limbah pun dapat menjadi hal yang bermanfaat.

Selain itu, Ki Madhari pun mengatakan bahwa kesenian ini memiliki keunggulan lain, yakni instrumennya yang relatif mudah dibuat, dan garap musikalnya yang sederhana, sehingga kesenian ini bisa dimainkan oleh siapa saja secara umum.

Pada awalnya kesenian ini hanya berbentuk helaran atau festival saja, namun seiring berjalanya waktu, kesenian songah ini juga digunakan dalam acara ngaruat lembur atau hajat lembur, sebagai hiburan dan lainnya. Songah pun terus berkembang dari segi instrument dan unsur garap musikalnya.

Jika pada awalnya hanya terdiri atas tiga alat musik yaitu songsong, hatong, dan kokoprak, kini Songah sudah ditambah dengan alat musik suling, kacapi, bahkan rebab dan perkusi. Dari segi konsep garap pun, yang awalnya hanya pertunjukan musik, kini juga sudah ada garap lagu untuk mengiringi tarian.

Beberapa kegiatan yang melibatkan songah di antaranya hajat lembur tahunan Desa Citengah, pembukaan Paragliding World Championship di Kabupaten Sumedang tahun 2019; dan mengiringi perjalanan Presiden Jokowi dari bundaran  Hotel  Indonesia (HI) menuju Istana Presiden dalam rangka Pesta Rakyat tanggal 20 Oktober 2014.

Keberadaan kesenian Songah pun membuat masyarakat Citengah semakin menyadari pentingnya bambu bagi kehidupan mereka. Maka dari itu, arti kesenian Songah bagi masyarakat Desa Citengah bukan hanya sebagai hiburan, namun merupakan representasi dari pola pikir, dan kebudayaannya.  Secara khusus, Songah juga menjadi media masyarakat untuk saling berinteraksi dan meningkatkan daya kreatifnya. Selain itu, kini, kesenian ini pun sudah diresmikan menjadi salah satu musik terapi dalam naungan Gusmus Theraphy.

***


Penulis

Bunga Dessri Nur Ghaliyah (2021)

Narasumber

Sunarya, Umur 49 tahun, Jenis Kelamin Laki-laki, Pekerjaan Seniman dan pengembang kesenian songah, Alamat Desa Citengah, Agama Islam.

Telah diterbitkan sebelumnya di: https://seratpena.com/2021/02/11/apa-itu-kesenian-songah/


Bagikan Artikel Ini

Posting Komentar

0 Komentar