Sistem Pendidikan Ala Ki Hadjar Dewantara: Sekolah Adalah Tempat Menyenangkan

Negara-negara dengan peringkat tinggi, dalam bidang pendidikannya menerapkan sistem yang seimbang antara aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Para siswanya tidak hanya digiring pada peningkatan kecerdasan intelektual, namun juga pada kecerdasan spiritual, dan emosi. Sistem pendidikan tersebut kemudian mengantarkan bangsanya pada kemajuan di berbagai bidang kehidupan.

Sekolah Yang Menyenangkan Bagi Anak-anak
Pict: Charlotte Kempe

Jika ingin mapan, Indonesia tidak perlu meniru sistem pendidikan bangsa lain, karena sebenarnya kita telah memiliki sistem pendidikan serupa, yang sangat memungkinkan lebih cocok untuk anak bangsa, yakni sistem pendidikan karakter ala Ki Hadjar Dewantara. Gagasan Ki Hadjar dalam menciptakan sistem pendidikan karakter didasari perjalanannya dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, hingga akhirnya menyimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah obat sekaligus senjata paling ampuh yang dapat mengantarkan bangsa Indonesia menuju kebangkitan.

Dasar dari sistem pendidikan karakter Ki Hadjar dapat dilihat dari wadah pendidikan yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1992, yakni Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau Lembaga Pendidikan Nasional Taman Siswa. Penamaan ‘Taman Siswa’ tersebut mencerminkan gagasan dasar Ki Hadjar yang membentuk sekolah bagaikan taman. Sekolah harus menjadi tempat yang nyaman dan menyenangkan, sehingga anak didik akan antusias dan betah berada di sekolah. 

Taman Kanak-kanak
Pict: 2.bp.blogspot.com

Untuk mewujudkan gagasannya tersebut, Ki Hadjar berpandangan bahwa Indonesia harus memiliki sistem pendidikannya tersendiri. Dalam azas 1992 pasal 2 dan 3, pahlawan nasional ini mengutarakan bahwa pendidikan ala Barat yang mengedepankan regering, tucht, dan orde (perintah, hukuman, dan ketertiban) harus segera ditinggalkan, karena tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, dan hanya akan mencetak anak didik Indonesia sebagai ‘buruh’, yang dibatasi bahkan direnggut jatidirinya, serta terus tergantung pada bangsa Barat.

Sebagai gantinya, Ki Hadjar menyusun sistem pendidikan yang dirasanya paling cocok dan paling diperlukan bangsa Indonesia, yakni sistem pendidikan yang berpegang pada kebudayaan dan kemasyarakatan. Hal tersebut dicantumkan dalam alinea pertama asas dan tujuan sekolah Taman Siswa berikut ini, 

“Jika Sebuah bangsa ingin tumbuh menjadi bangsa yang sehat secara lahir dan batin, maka sistem pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada rakyat harus didasarkan pada prinsip nasional, kultur dan budaya yang ada pada masyarakat sendiri”. 
Ki Hadjar Dewantara
Pict: Hanan

Pendidikan karakter ala Ki Hadjar berasal dari keyakinannya bahwa setiap manusia memiliki cipta, karya, dan karsa yang perlu ditumbuhkan secara seimbang. Hal tersebut kemudian dikembangkan dalam tiga ajaran pendidikan dalam bahasa Jawa yakni pertama, tetep, antep dan mantep yang artinya pendidikan harus mengkonstruksi ketetapan pikiran dan batin, keyakinan diri dan kemantapan prinsip hidup; kedua, ngandel, kandel, kendel dan bandel yaitu pendidikan harus mengantarkan anak didik menjadi sosok yang berprinsip atau teguh pendirian; dan ketiga, neng, ning, nung, dan nang yang berarti pendidikan harus menciptakan kesenangan perasaan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung).


Belajar Bersama Alam Semesta
Pict: nfgraphics.com


Ki Hadjar menganggap bahwa kecerdasan yang tak diimbangi karakter yang baik, akan menjerumuskan kehidupan anak bangsa. Maka dari itu, sistem pendidikan yang digagas pecinta wayang ini merupakan pendidikan yang dimulai dari ‘dalam’ atau diawali dengan peningkatan kekuatan batin, yaitu mendidik budi pekerti, dan membangkitkan watak kebangsaan anak didik, seperti rasa kejujuran, toleransi, kebhinekaan, persatuan, gotong-royong, dan sebagainya.

Untuk mengaplikasikan sistem pendidikannya, Ki Hajar menggagas metode Among yakni metode yang menempatkan pendidik layaknya seorang ibu yang mengayomi anaknya. Ia menegaskan bahwa tugas guru adalah memanusiakan manusia. Guru tidak menempatkan diri sebagai subjek dan murid sebagai objek. Posisi guru berada di belakang untuk mendorong minat, bakat, dan karakter anak didiknya, bukan berdiri di depan dan mendikte yang kemudian menyeragamkan dan membunuh karakter anak didik. Melalui metode among, anak Indonesia akan hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri, sementara pendidik hanya bertugas merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.

Mempelajari Dunia
Pict: behance.net

Pendidikan karakter adalah sistem yang menjunjung tinggi fleksibilitas, dan mendorong pengembangan keunikan setiap anak, yang dilandasi dengan pendidikan moral. Dengan menerapkan pendidikan karakter secara maksimal, belajar akan menjadi proses yang menyenangkan, sehingga kemudian akan tercipta generasi yang bukan hanya pintar, tetapi juga humanis dan manusiawi, dan Indonesia menjadi bangsa yang berkualitas unggul serta mampu mengubah dunia ke arah yang lebih baik.


Penulis

Bunga Dessri Nur Ghaliyah

Sumber Bacaan

Maulana Kurnia Putra dkk, 2014, Eling & Meling; Sejumlah Esai Dalam Kongres Ki Hadjar DewantaraJagad Abjad.

Akhmad Faizal Reza, 2018, https://www.qureta.com/post/relevansi-ajaran-ki-hadjar-dewantara-di-era-digital

Andri Athoilah, 2017, https://www.qureta.com/post/ki-hajar-dewantara-dan-pendidikan-nasional


#KiHadjarDewantara #sistempendidikanamong #tamansiswa

Bagikan Artikel Ini

Posting Komentar

0 Komentar