Jangan Pernah Katakan "Ayo Bantu Ibu"

 

Cara Mendidik Yang Baik
Pict: Charlene Chua

Masa kanak-kanak merupakan momen yang sangat menentukan kehidupan di tahap perkembangan berikutnya. Di umur tersebut, seorang individu menyerap berbagai informasi dan mengalami berbagai perubahan dengan waktu yang relatif cepat. 

Berbicara mengenai anak-anak, sudah tidak asing lagi ketika kita mendengar keluhan dan pertanyaan para orang tua tentang mengapa anak-anaknya tumbuh sebagai individu yg pendiam, pemarah, kurang bertanggung jawab, pemalas, dan sebagainya. 

Menurut Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf L.N., M.Pd, (2016 : v), berbagai probematika tersebut lahir dari ketidakpahaman orang tua dalam menghayati dinamika kehidupan psikis anak-anaknya. 

Pendekatan kognisi sosial dalam teori perkembangan pun menekankan tentang dampak atau pengaruh pengalaman sosial terhadap perkembangan kognitif. Menurut pendekatan ini, kebudayaan (kebiasaan) lah yg mengajari anak tentang apa yg dipikirkan, serta bagaimana caranya berpikir (2016 : 7). 

Belajar Bersama Mama
Pict: Zac Retz


Maka, penanaman pola berpikir pada anak sebaiknya diperhatikan sejak dini. Terkadang hal yang orang tua anggap sepele adalah hal yg berpengaruh besar pada anak-anaknya di masa depan. Salah satu contohnya yakni mengenai pekerjaan rumah tangga (pekerjaan domestik) seperti mencuci piring, mencuci baju dan lain-lain.

Banyak orang tua yang berkata kepada anaknya “Ayo bantu ibu mencuci piring”, “Ayo bantu ibu mencuci baju”, dsb.  Dari kalimat tersebut, pola pikir si anak akan terbentuk bahwa pekerjaan rumah tangga adalah kewajiban si ibu, sementara anak atau ayah hanya membantu saja, alias tidak wajib. 

Dengan demikian, tak heran apabila di kemudian hari, si anak akan menjadi individu yang malas untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga karena dianggap bukan tanggungjawab dan prioritasnya.

Apalagi jika semasa kecil hanya anak perempuan saja yang diminta mengerjakan pekerjaan domestik, maka kelak pekerjaan domestik hanya dipandang sebagai kewajiban kaum perempuan, dan sangat memungkinkan menjadi pribadi yang sangat timpang gender.


Detektif Cilik
Pict: @illustratelucy


Untuk menghindari hal tersebut, sebaiknya orang tua menanamkan bahwa mengerjakan pekerjaan rumah adalah tanggung jawab seluruh anggota keluarga. Tidak ada perbedaan antara ibu, ayah, dan anak; atau antara perempuan dan laki-laki, dalam menjaga kebersihan dan kenyamanan rumah, karena rumah adalah milik bersama dan harus dijaga bersama pula. 

Dengan demikian, anak tidak akan merasa terus diperintah, namun akan memiliki kesadaran, serta merasa bertanggung jawab atas dirinya dan keluarganya. Lebih jauh lagi, kelak anak-anak kita akan menjadi pribadi yang egaliter (memandang setara derajat manusia, terepas dari gender, ras, suku, agama, dsb).

Setiap orang tua melakukan dan menginginkan yg terbaik untuk anak-anaknya. Maka dari itu, setiap orang tua sebaiknya terus mempelajari dan memahami perkembangan anak-anaknya, sehingga potensi mereka dapat digali dengan maksimal serta tumbuh menjadi pribadi yang bersahaja.

Karena anak belajar dari lingkungan, maka harus diciptakan lingkungan yang ramah dan baik bagi anak-anak kita. 

(Dari penulis sebagai calon orang tua di masa depan. hehehe)

Menjadi Anak Ceria
Pict: Imgur


Penulis
Bunga Dessri Nur Ghaliyah

Sumber Bacaan : 
Yusuf, Syamsu. 2016. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, & lain-lain.

#Sistempendidikanyangbaik #Kesalahandalammendidikanak #Caramendidikanak #Agaranakrajin

Bagikan Artikel Ini

Posting Komentar

3 Komentar

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)