"Eh gendutan ya?"
"Habis nikah jadi gendut banget ya! Wajar sih ibu-ibu kan kerjaannya di rumah doang!"
"Ya ampun... Itu pipi atau bakpao?"
"Eh diet dong! Bahaya tau kalo gemuk gini!"
"Awas kalo pas Idul Adha nanti dikurbanin lho!"
"Kok jadi gendut sih? Kan belum nikah. Jangan-jangan..."
Hmm. Jangan bilang ucapan-ucapan di atas cuma basa-basi. Ini tuh udah jelas banget BBB alias Basa Basi Busuk. Saking busuknya, orang-orang tukang nyinyir mampu mengurangi bahkan menghilangkan rasa merdeka di dalam diri orang lain.
Mungkin sebagian
besar dari mu setuju bahwa merdeka adalah bebas dari segala belenggu, sehingga
dapat merasakan kebebasan dalam menikmati hak hidup dengan sebaik-baiknya.
Namun, sangat disayangkan karena walaupun negara kita dikatakan telah
‘merdeka’, nyatanya hingga saat ini masih banyak orang yang tidak merasakan
kemerdekaan. Salah satunya yaitu karena mengalami fat shaming.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa dalam keseharian sebagian besar masyarakat kita, terdapat kebiasaan yang disebut fat shamming, yaitu memberikan komentar tak pantas, tak diinginkan, atau tak diminta terhadap orang-orang dengan berat badan (yang bisanya) lebih besar (gemuk). Orang dengan badan gemuk dianggap tidak menarik bahkan tidak patut dicintai. Mereka juga kerap dicap sebagai orang yang rakus, tidak cantik, akan susah punya anak, bahkan kelainan.
"Hmm jahat. Kalian jahat banget wahai para kaum nyinyir." ðŸ˜
Fat shaming sering dianggap wajar, bahkan dianggap sebagai lelucon
Entah itu karena
peduli, bercanda, sirik, atau hanya basa-basi, sesungguhnya tidak ada alasan
apapun yang membenarkan fat shamming, karena bisa saja berdampak buruk bagi orang
yang dijadikan sasarannya. Bukannya terhibur dan termotivasi, sang objek
lelucon, bisa saja merasa dipermalukan dan dihina.
Fenomena fat
shaming mengartikulasikan bahwa publik seolah mengklaim tubuh kita sebagai
objek milik bersama, yang bebas dihujani komentar. Dengan demikian, untuk
menghindari sederet hujatan dari masyarakat, kita kerap melakukan berbagai
macam cara untuk memenuhi standar penampilan dan kecantikan ideal yang dibuat
oleh publik, walaupun sebenarnya, dengan usaha sekeras apapun, kita memang
tidak akan pernah bisa ‘memuaskan’ mereka.
![]() |
Sad Pict: fatisnotabadword.com |
Dari sisi korban, sulit rasanya untuk mengabaikan hujatan-hujatan menyakitkan yang sering dilontarkan. Untuk menghindari fat shaming, banyak orang yang melakukan hal-hal berbahaya, seperti melakukan diet paksa, mogok makan, mengonsumsi obat kimia berbahaya, dan lain-lain. Hal tersebut dialami oleh banyak orang di dunia, salah satunya penyanyi Demi Lovato yang mengalami fat shaming sejak usia tujuh tahun karena tubuhnya yang gempal. Karena hal tersebut, ia kemudian mengalami eating disorder, tindakan menyakiti diri sendiri, hingga percobaan bunuh diri, kemudian baru bisa pulih setelah menjalani rehabilitasi sejak Januari 2011.
Apakah kamu juga korban fat shaming?
Indikasi fat shaming bisa diidentifikasi dari hal-hal yang sering kita temukan bahkan lakukan dalam keseharian. Secara tidak sadar, fat shaming menimbulkan body image yaitu anggapan seseorang terhadap tubuhnya sendiri yang seringkali tidak sesuai kenyataan.
Keluhan-keluhan seperti: "Duh, aku gendutan", atau "Pipiku makin chubby ya?", seringkali dilontarkan karena kepercayaan diri yang terus terkikis, padahal jika ditimbang, berat badannya sama sekali tidak bertambah. Lebih jauh lagi, kita juga bisa mengidap body dysmorphic disorder, yakni penyakit mental kronis dimana sang penderita tidak bisa berhenti memikirkan penampilannya.
Ada pepatah yang
mengatakan: "Lisan lebih tajam dari pada pedang". Itulah
sebabnya, fat shaming bisa menjadi hal yang sangat berbahaya. Luka
akibat fat shaming tidak mudah diobati karena meraksuk ke dalam pikiran
dan jiwa sang korban. Jika mengalaminya secara berulang, sesorang bisa depresi
hingga melakukan bunuh diri. Selain itu, fat shaming sebagai verbal
bullying (lisan atau tulisan), merupakan jenis bullying yang
paling sering terjadi, dan biasanya mengawali jenis bullying lainnya,
seperti kekerasan fisik.
Kita harus sadar bahwa secara genetik, metabolisme tubuh seseorang akan berbeda-beda. Selama sehat dan tidak bermasalah, kenapa harus dipermasalahkan? Lalu, kenapa kita harus melakukan sesuatu yang bukan berlandaskan pada keinginan pribadi? Apakah gemuk adalah suatu hal yang buruk?
![]() |
Normal Bodies Pict: Melanie |
Gemuk bukan berarti buruk
Hal ini salah
satunya diamini oleh penyanyi Tulus melalui lagunya yang berjudul ‘Gajah’. Lagu
yang dirilis tahun 2014 tersebut melejit, dengan membawa cerita masa kecilnya
yang sering diejek sebagai ‘gajah’ karena bertubuh tinggi besar. Pengalaman
tersebut menorehkan luka di dalam dirinya, hingga kemudian ia bisa mengobatinya
dengan melihat sisi positif dari ejekan tersebut. Tulus berpikir bahwa tubuh
gajah yang besar, bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan dan disesali,
justru harus disadari bahwa gajah memiliki berbagai macam sisi positif,
diantaranya kuat, pintar, solid, setia, dan berumur panjang.
![]() |
I'am beautiful Pict: Stephen Waindersen |
Tidak mudah
mengubah kebiasaan buruk masyarakat, tidak mudah mengobati dan mengembalikan
kepercayaan diri para korban. Namun, tidak ada kata terlambat untuk menciptakan
kehidupan yang lebih terbuka, dimana setiap orang bisa hidup dengan menjadi
dirinya sendiri.
Apalah arti Bhineka Tunggal Ika jika dunia dibuat seragam. Kamu tidak salah, kamu tidak aneh, kamu itu unik. Unik itu istimewa, unik itu kekuatan kita. Malahan, keunikan kita mungkin saja menginspirasi orang lain. Saatnya percaya diri, jangan ‘bersembunyi’ lagi. Merdeka!
![]() |
You are enough Pict: collater.al |
If You Are
Always Trying To Be Normal, You Will Never Know How Amazing You Can Be.
–Maya Angelo
1 Komentar
Mantapppppppppppppp
BalasHapus